23 April 2009

SABAR

Sabar Ada Batasnya?

Saya sering mendengar ungkapan bahwa kesabaran manusia ada batasnya.
Rosulullah Muhammad SAW telah memberikan suri tauladan, bahwa beliau selama hidup betul-betul seorang yang penyabar.
Sedemikian rupa dihina dan dimusuhi tetapi beliau tetap menunjukan kasih sayangnya pada siapapun.
Kesabaran beliau dalam menghadapi segala permasalahan tidak pernah habis dan tiada berbatas.
Itulah sabar menurut konsep yang mengarah pada keselamatan.

Tetapi bagaimana dengan ungkapan bahwa sabar ada batasnya?

Barangkali memang benar bahwa kesabaran manusia itu memiliki batas.
Artinya... batas dimana seseorang tersebut memahami dirinya sendiri.
Hal itu menunjukan pula martabat seseorang tersebut berada pada posisi tingkatan tertentu dalam dirinya.
Apakah sabarnya itu menurut versinya lawwamah, ataukah mulhammah, atau yang lainnya yang lebih tinggi tingkatannya?
Ataukah diri hanya melulu mengikuti nafsu hewaniah berupa amarah saja?

Didalam sabar itu terdapat keilmuan, salah satunya memiliki keberanian sejati.
Kesabaran itu sendiri berarti:
1. Berani menghadapi tantangan hidup.
2. Berani melepaskan surga dunia untuk mencapai dan memperoleh surga hakiki.

Sabar menjadikan manusia tabah dan tawakkal, menyerahkan segala sesuatu terjadi atas kehendak Tuhan.
Itulah bentuk syukur manusia terhadap Tuhannya.

Sementara keberanian sejati berarti:
1. Keberanian mengubah pola akal pikir menjadi pola hati.
2. Keberanian melakukan hal yang lebih.
3. Keberanian untuk kembali menuju hatinya setelah sebelumnya menggunakan pola akal pikir.

Dipertegas pada Q.S Al- Hajj ayat 32-33, yang intisarinya kuranglebih sebagai berikut:
Bahwa pada binatang ada beberapa manfaat sampai kepada waktu yang ditentukan, kemudian tempat wajib (akhir masa) menyembelihnya
yaitu setelah sampai ke Baitullah.
Itu juga berarti bahwa nafsu hewani (binatang) yang ada dalam akal pikir itu kadang bermanfaat,
tetapi pada waktunya kita harus mampu mengontrol (menyembelih) untuk kembali menuju hati agar menjadi orang yang mulia dan bertakwa.

Berkenaan dengan itu pulalah bahwa pada akhirnya manusia yang menang adalah manusia yang mampu berbuat sesuatu berdasarkan pertimbangan hati, kemudian diterjemahkan melalui akal pikirnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Subscribe via email

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner